BEGINILAH CANDA DAN GURAU RASULULLAH DALAM ISLAM. PART #3_Terakhir (Terhadap Para Sahabatnya)
Oleh: Usmul Hidyah
3.
Gurau Nabi dengan Para
Sahabatnya
Literasisambas.org - Bagi yang belum membaca Part #1 dan #2, kalian bisa membacanya dengan menklik
link atau pun tulisan tersebut. BEGINILAH CANDA DAN GURAU RASULULLAH DALAM ISLAM. PART #1 (Terhadap Keluarga) dan Part #2 BEGINILAH CANDA DAN GURAU RASULULLAH DALAM ISLAM. PART #2 (Terhadap Anak-anak) Dan kali ini kami akan melanjutkan artikel
tersebut dengan sub tema Canda
dan Gurau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap Para Sahabatnya atau dengan istilah PART #3 (Terakhir).
Sebelum membahas tentang guraunya Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam terhadap para sahabatnya, ada baiknya kita mengetahui makna dari
sahabat yang sebenarnya, agar para pembaca sekaligus menambah wawasan ataupun
sebagai pengingat kembali, barangkali ada yang terlupakan.
Sahabat adalah orang yang sangat dekat dengan kita, yang tidak memiliki
hubungan darah maupun marga. Sahabat adalah orang yang sangat kita percayai,
yang kita anggap bisa menjaga dan menyimpan segala jenis rahasia dan cerita
yang telah kita bagi bersamanya, (Agustini, Juli 2020). Sedangkan
menurut wikipidia, persahabatan atau pertemanan adalah istilah yang
menggambarkan perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih
entitas sosial. Dalam pengertian ini, istilah "persahabatan"
menggambarkan suatu hubungan yang melibatkan pengetahuan, penghargaan, afeksi
dan perasaan.
Dari pengertian di atas, dapat kita simpulkan bahwa sabahat adalah teman dekat
yang kita anggap penting dan kita percayai dalam kehidupan tanpa memandang
status dan rupa. Teman merupakan seseorang yang sudah mengetahui kekurangan dan
kelebihan kita dan mereka memang sudah terbiasa di dalam pergaulan sehari-hari.
Mereka juga paham tentang keadaan kita yang sebenarnya, walaupun kita sudah
berusaha menutupinya sedemikian rupa.
Dalam Islam, tentu sudah memberikan petunjuk bagaimana memilih teman yang
baik, bukan hanya untuk dunianya saja, tapi baik juga di akhirat nanti. Dalam hal
ini, sahabat tersebut sebagai alarm atau peringatan saat kita melakukan
kesalahan dan mendukung kita saat melakukan kebaikan terlebih lagi memberikan
nasehat saat kita memerlukan.
Sahabat sejati merupakan cerminan hidup seseorang dan kelak akan
dipertemukan kembali di akhirat. Di mana seseorang hidup, siapa sajakah orang
yang diajak berteman tentu akan sangat berpengaruh kepada pembentukan karakter
dirinya. Sederhananya, jika seseorang berteman dengan orang yang shaleh maka ia
akan mengikutinya, sebaliknya jika seseorang bersahabat dengan orang yang
kurang baik akhlak dan tabiatnya, dipastikan akan berpengaruh juga kepada
dirinya. Karenanya, sangat penting memilih sahabat yang memiliki karakter dan
akhak yang baik.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda:
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
Artinya: "Dari
Abu Hurairah
bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang laki-laki itu bergantung dengan agama teman gaulnya, maka
hendaklah salah seorang melihat siapa yang menjadi teman gaulnya".
(Hadits Sunan Abu Dawud No. 4193)
Syaikh ‘Abdul
Muhsin Al-Qâsim berkata, “Sifat manusia
adalah cepat terpengaruh dengan teman pergaulannya.
Manusia saja bisa terpengaruh bahkan dengan seekor binatang ternak”.
Sebagaimana Imam Al-Ghazali rahimahullah mengatakan, “Bersahabat dan
bergaul dengan orang-orang yang pelit, akan mengakibatkan kita tertular
pelitnya. Sedangkan bersahabat dengan orang yang zuhud, membuat kita juga ikut
zuhud dalam masalah dunia. Karena memang asalnya seseorang akan mencontoh teman
dekatnya.” (Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 94)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالْجَلِيسِ السَّوْءِ كَمَثَلِ صَاحِبِ الْمِسْكِ وَكِيرِ الْحَدَّادِ ، لاَ يَعْدَمُكَ مِنْ صَاحِبِ الْمِسْكِ
إِمَّا تَشْتَرِيهِ أَوْ تَجِدُ رِيحَهُ ، وَكِيرُ الْحَدَّادِ يُحْرِقُ
بَدَنَكَ أَوْ ثَوْبَكَ أَوْ تَجِدُ مِنْهُ رِيحًا خَبِيثَةً
Artinya: “Seseorang yang
duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek bagaikan berteman
dengan pemilik minyak wangi dan pandai besi. Pemilik minyak wangi tidak akan
merugikanmu; engkau bisa membeli (minyak wangi) darinya atau minimal engkau
mendapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak
mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau mendapat baunya
yang tidak enak.” (HR. Bukhari, no.
2101)
Sungguh bersahabat dengan orang-orang yang saleh adalah nikmat yang sangat
besar. Umar bin Khattab berkata:
ما أعطي العبد بعد الإسلام نعمة خيراً من أخ صالح فإذا وجد
أحدكم وداً من أخيه فليتمسك به
“Tidaklah seseorang diberikan
kenikmatan setelah Islam, yang lebih baik daripada kenikmatan memiliki saudara
(semuslim) yang saleh. Apabila engkau dapati salah seorang sahabat yang saleh
maka pegang lah erat-erat”. (Quutul
Qulub 2/17)
Berteman agar tidak terlihat kaku, maka diperlukan hiburan, atau disebut
dengan candaan agar ada warna warni dalam berinteraksi. Bercanda atau bergurau memang telah menjadi hal yang
biasa dalam kehidupan sehari-hari. Tidak peduli seberapa tinggi jabatannya atau
setua apakah ia, hampir setiap orang pernah bercanda dengan keluarga, teman
atau bahkan orang yang baru dikenalnya. Fungsi dari adab bercanda ini tertujuan
untuk menjaga persahabatan, apa yang kita lakukan (bercanda) ada makna yang
tersampaikan.
Dalam berteman, pasti tidak bisa dielakkan dengan istilah
suka-duka dalam berteman. Dalam suka, kita bersenang-senang dan tertawa. Dalam duka,
kita sama-sama merasakan kesedihan, kegundahan bahkan kegalauan. Sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
عَنْ عَامِرٍ قَالَ سَمِعْتُهُ يَقُولُ سَمِعْتُ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَرَى
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَرَاحُمِهِمْ وَتَوَادِّهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى عُضْوًا تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ جَسَدِهِ بِالسَّهَرِ
وَالْحُمَّى
Artinya:
Dari
'Amir dia berkata; saya mendengar An Nu'man bin Basyir berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Kamu akan melihat orang-orang mukmin
dalam hal saling mengasihi, mencintai, dan menyayangi bagaikan satu tubuh.
Apabila ada salah satu anggota tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan
ikut terjaga dan panas (turut merasakan sakitnya)." (Hadits Shahih
Al-Bukhari No. 5552)
Dalam Islam, interaksi antara individu memiliki batasan tertentu yang mesti
dipahami dan syariat telah mengajarkan lewat Manusia yang paling mulia dan manusia
yang pantas untuk diteladani yakni Nabi Muhammad shallallahu ’alaihi
wasallam, beliau adalah suri teladan terbaik bagi manusia di muka bumi. Karena
canda dan gurau Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan para sahabatnya
mengandung arahan, bimbingan, hiburan bagi hati, tawadhu’ dan nasihat yang
tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah bercanda.
Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiallahu‘anhu, para
sahabat pernah berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:
( يَا رَسُولَ اللهِ ، إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا )
“Ya Rasulullah! Sesungguhnya engkau sering mencandai
kami.”
Beliau pun
berkata:
(( إِنِّيْ لاَ أَقُوْلُ إِلاَّ حَقًّا.))
“Sesungguhnya saya tidaklah berkata kecuali yang haq
(benar)." HR At-Tirmidzi no. 1990. Syaikh Al-Albani berkata, “Shahih.” (Ash-Shahihah
IV/304).
Di antara canda-canda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
tercantum pada tiga hadits berikut:
Hadits Pertama
عَنْ أَبِيهِ عَنْ جَدِّهِ صُهَيْبٍ قَالَ قَدِمْتُ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَبَيْنَ يَدَيْهِ خُبْزٌ وَتَمْرٌ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ادْنُ فَكُلْ فَأَخَذْتُ آكُلُ مِنْ التَّمْرِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَأْكُلُ تَمْرًا وَبِكَ رَمَدٌ
قَالَ فَقُلْتُ إِنِّي أَمْضُغُ مِنْ
نَاحِيَةٍ أُخْرَى فَتَبَسَّمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: “Dari Ayahnya dari kakeknya
Shuhaib dia berkata, "Aku datang kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
sedangkan di hadapan beliau terdapat roti dan kurma, lalu beliau bersabda:
"Mendekat dan makanlah." Maka aku mengambil kurma dan memakannnya,
lantas Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kamu memakan
kurma sedang kamu lagi sakit mata?" Shuhaib berkata, "Aku menjawab, "Aku
mengunyah dari sisi yang lain." Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam pun tersenyum mendengarnya." (Hadits Sunan Ibnu Majah No. 3434)
Ada
sebuah permasalahan dalam hadits ini, yaitu bagaimana Shuhaib menjawab
pertanyaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dengan canda? Badruddin al-Ghazzi
menjawab permasalah ini, dia berkata, “Shuhaib merasa boleh menjawab kata-kata
Nabi dengan canda, karena kata-kata Nabi tersebut merupakan pertanyaan yang
juga mengandung canda, maka Shuhaib menjawabnya dengan canda yang sesuai dengan
petanyaan Nabi dan dalam rangka mendekatkan dirinya kepada beliau, karena bila
tidak demikian, maka tidak patut bagi seseorang menjawab kata-kata Nabi dengan
canda, karena canda itu main-main, dan barangsiapa menjawab kata-kata Rasulullah
shallallhu ‘alaihi wasallam yang menjelaskan hukum-hukum Allah dan
menyampaikan perintah-perintah Allah kepada Makhluk-Nya dengan canda dan gurau,
maka dia telah durhaka kepada Allah, sedangkan Shuhaib adalah salah seorang sahabat
yang paling patuh kepada Allah dann Rasul-Nya, maka dia tidak demikian.
(Al-Mirah fi al-Mizah, Badruddin al-Ghazzi, hal. 20)
Hadits Kedua
عَنْ أَنَسٍ أَنَّ رَجُلاً أَتَى النَّبِىَّ –صلى
الله عليه وسلم– فَقَالَ: ( يَا رَسُوْلَ اللَّهِ احْمِلْنِى.) قَالَ
النَّبِىُّ –صلى الله عليه وسلم-: (( إِنَّا حَامِلُوكَ عَلَى وَلَدِ
نَاقَةٍ )). قَالَ: (وَمَا أَصْنَعُ بِوَلَدِ النَّاقَةِ؟) فَقَالَ
النَّبِىُّ –صلى الله عليه وسلم-: (( وَهَلْ تَلِدُ الإِبِلَ إِلاَّ
النُّوقُ.))
Beliau mencandai orang tersebut dengan menyebut
ontanya dengan anak onta. Orang tersebut memahami perkataan beliau sesuai
zahirnya, tetapi bukankah semua onta yang ada adalah anak-anak dari ibu onta?
عَنِ الْحَسَنِ قَالَ: أَتَتْ عَجُوزٌ إِلَى
النَّبِيِّ –صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ–، فَقَالَتْ: (يَا رَسُولَ
اللَّهِ، ادْعُ اللَّهَ أَنْ يُدْخِلَنِي الْجَنَّةَ) فَقَالَ: ((يَا أُمَّ
فُلاَنٍ، إِنَّ الْجَنَّةَ لاَ تَدْخُلُهَا عَجُوزٌ.)) قَالَ: فَوَلَّتْ
تَبْكِي فَقَالَ: (( أَخْبِرُوهَا أَنَّهَا لاَ تَدْخُلُهَا وَهِيَ عَجُوزٌ
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَقُولُ: إِنَّا أَنْشَأْنَاهُنَّ إِنْشَاءً 0فَجَعَلْنَاهُنَّ
أَبْكَارًا 0عُرُبًا أَتْرَابًا )).
Artinya: Diriwayatkan dari
Al-Hasan radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Seorang nenek tua
mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Nenek itu pun
berkata, ‘Ya Rasulullah! Berdoalah kepada Allah agar Dia memasukkanku ke dalam
surga!’ Beliau pun mengatakan, ‘Wahai Ibu si Anu! Sesungguhnya surga tidak
dimasuki oleh nenek tua.’ Nenek tua itu pun pergi sambil menangis. Beliau pun
mengatakan, ‘Kabarkanlah kepadanya bahwasanya wanita tersebut tidak akan
masuk surga dalam keadaan seperti nenek tua. Sesungguhnya
Allah ta’ala mengatakan: (35) Sesungguhnya kami menciptakan mereka
(Bidadari-bidadari) dengan langsung. (36) Dan kami jadikan mereka gadis-gadis
perawan. (37) Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS Al-Waqi’ah). (HR At-Tirmidzi dalam Syamaa-il-Muhammadiyah no. 240.
Syaikh Al-Albani berkata, “Hasan.” (Mukhtashar Syamaa-il dan Ash-Shahiihah no.
2987).
Itulah beberapa hadits atau dalil canda dan gurau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap sahabat. Sebenarnya masih banyak lagi hadits tersebut, karena keterbatasan Penulis untuk memuatnya, maka Penulis hanya memuat tiga hadits sebagai rujukan ataupun contoh. Semoga dengan adanya artikel ini, dapat memberikan manfaat kepada Pembaca dan menjadi motivasi untuk selalu bersikap ramah terhadap teman terutama senda gurau dalam hal kebaikan.
Semoga tulisan ini
menjadi inspirasi bagi kita semua dan menjadi motivasi untuk terus meneladani
Suri Tauladan Terbaik sepanjang masa yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhir zaman. Semoga kita
mendapatkan syafa’at beliau di padang mahsyar dan dapat meminum air di telaga
kausarnya. Aamiin....
Posting Komentar