HUKUM KENCING BERDIRI DAN KENCING DI URINOIR
Oleh: Usmul Hidayah
Bismillah….
Literasisambas.org - Ada suatu bahasan yang berkaitan erat
dengan kencing di urinoar, yaitu tentang hukum kencing sambil berdiri. Bolehkah?
Hukumnya adalah boleh. Namun harus terpenuhi dua syarat berikut:
1.
Aman dari terkena percikan
najis;
2.
Tidak terlihat aurot.
Sebagaimana keterangan Syaikh Muhammad
bin Sholih al ‘Utsaimin berikut:
والبول
قائمًا جائز، ولا سيَّما إذا كان لحاجة، ولكن بشرطين: الأوَّل: أن يأمن التلويث.
الثاني: أن يأمن الناظر
“Kencing sambil berdiri
hukumnya boleh. Terlebih bila ada kebutuhan. Akan tetapi dengan dua syarat;
pertama aman dari terkena najis, kedua aman dari pandangan orang lain.” (Syarah al Mumti’ 1/115-116).
Dan juga penjelasan Syaikh Ibnu Baz
rahimahullah berikut:
لا
حرج في البول قائما ،لاسيما عند الحاجة إليه ، إذا كان المكان مستورا لا يرى فيه
أحد عورة البائل ، ولا يناله شيء من رشاش البول ، لما ثبت عن حذيفة رضي الله عنه :
( أن النبي صلى الله عليه وسلم أتى سباطة قوم فبال قائما ) متفق على صحته ، ولكن
الأفضل البول عن جلوس ؛ لأن هذا هو الغالب من فعل النبي صلى الله عليه وسلم ،
وأستر للعورة ، وأبعد عن الإصابة بشيء من رشاش البول
“Tidak mengapa kencing
dengan posisi berdiri. Terlebih ketika dibutuhkan. Dengan catatan, tempat untuk
buang hajar tersebut benar-benar tertutup. Sehingga tak seorangpun yang melihat
aurat orang yang kencing tersebut. Selanjutnya, tidak menyebabkan terkena percikan
air kencing. Dalilnya adalah riwayat dari Hudzaifah radhiyallahu’anh, beliau
mengatakan, “Bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam memasuki tempat pembuangan
sampa suatu kaum. Lalu beliau kencing dengan berdiri.” Para ulama sepakat akan
kesahihan hadis ini. Akantetapi yang lebih afdhal, kencing itu dilakukan dengan
cara duduk. Karena demikianlah yang sering dilakukan Nabi Shallallahu alaihi wa
sallam. Dan ini lebih menutupi aurat , dan lebih aman dari terkena percikan ari
kencing.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz, 6/352).
Jika dikhawatirkan air seni terpercik
pada pakaian atau badan, maka tidak boleh. Karena diantara sebab adzab kubur,
adalah ceroboh dalam urusan buang air hajat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
إنَّهُمَا يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي
كَبِيْرٍ، بَلَى إنَّهُ كَبِيْرٌ: أمَّا أَحَدُهُمَا، فَكَانَ يَمْشِي
بِالنَّمِيْمَةِ، وَأمَّا الآخَرُ فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ
Artinya: “Sesungguhnya dua mayit ini
sedang disiksa, dan tidaklah mereka disiksa karena perkara yang susah ditinggalkan.
Namun sesungguhnya itu adalah perkara besar! Untuk yang pertama, dia suka
melakukan adu domba, sedang yang kedua, ia tidak menjaga diri dari air
kencingnya.” (Muttafaqun ‘alaih, dari Ibnu Abbas radhiyallahu’anhuma).
Kemudian tentang syarat menutup aurat,
dalilnya adalah hadis dari Muawiyah bin Haidah radhiallahu ‘anhu. Beliau pernah
bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang auratnya; kapan
wajib ditutup dan kapan boleh ditampakkan. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
احْفَظْ
عَوْرَتَكَ إِلاّ مِنْ زَوْجَتِكَ أَوْ مما مَلَكَتْ يَمينُكَ
Artinya: “Jaga auratmu, kecuali untuk
istrimu atau budakmu.” (HR. Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, Ibn Majah, dan
dinilai hasan oleh Al-Albani)
Kemudian kita melihat bagaimana kondisi
kencing di urinoar, apakah bisa memastikan tertutup aurat dan aman dari
percikan najis. Jika bisa tidak mengapa. Namun jika tidak, maka tidak boleh.
Adapun kami lebih condong tidak boleh.
Karena urinoar yang ada di fasilitas umum saat ini, belum relevan terhadap dua
syarat di atas. Di samping itu, urinoar yang ada saat ini berada di tempat
terbuka. Sehingga potensi terlihat aurot dengan leluasa maka tidak elok
dilakukan.
Wallahua’lam bis Showab….
Ustadz Ahmad Anshori hafidzhohullah
Sumber: https://web.facebook.com/tokopustakasunnah/photos/a.1740012389619706/2774673369486931
Posting Komentar