E-Book: SAAT TRADISI MENJADI DALIL
SEKILAS INFO
Judul Buku
Saat Tradisi Mejadi Dalil
Penulis
Firman Arifandi,, LL.B., LL.M
Editor
Fatih
Setting & Lay out
Fayyad & Fawwaz
Desain Cover
Faqih
Penerbit
Rumah Fiqih Publishing
Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan
Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Jakarta Cet Pertama
25 September 2018
Literasisambas.org - Perkembangan
zaman mengantarkan manusia kepada perubahan, pembaharuan, improvisasi, bahkan
perombakan kepada sesuatu yang mungkin tidak dianggap relevan lagi untuk terus
dilakukan. Namun pada tatanan kehidupan masyarakat, kadangkala ada rutinitas
atau kebiasaan bersama yang merupakan hasil cipta dari nenek moyang, lalu diwariskan
kepada kita hingga saat ini. Hal inilah yang kemudian dikenal sebagai adat
dalam masyarakat.
Islam
tentunya mempunyai points of view tersendiri dalam menanggapi adat yang berlaku
dalam masyarakat. terlebih jika ternyata adat tersebut terkait dengan ritual
dan tata cara, yang dalam hal ini akan sedikit banyak bersinggungan dengan
konten terbesar dalam segmen Islam yaitu Fiqih. Menarik untuk dikaji, bahwa
ternyata dalam literasi lama para ulama telah membahas detail tentang posisi adat
masyarakat dalam pandangan syariat. Semua tertuang rapih dalam buku kecil ini, dimana
penulis akan memaparkan sejauh mana adat masyarakat berpengaruh dalam keberlangsungan
syariat yang bahkan katanya bisa menjadi bagian dari dalil dalam agama. Benarkah
adat masyarakat bisa menjadi landasan dalam berhukum? Hanya di buku inilah
jawabannya.
Islam
yang telah berdiri tegak dengan diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak serta merta membiarkan penganutnya
hidup tanpa arah dan tanpa aturan. Hal ini agar keberlangsungan hidup antar
manusia saling terjaga dan tercapai segala maslahatnya. Untuk mencapai maslahat
tersebut, Islam memberikan landasan-landasan legalitas perbuatan kepada umatnya
yang dinamakan dalil syar’i.
Hal
ini kemudian dibahas dalam sebuah disiplin ilmu bernama ushul fiqih, yang mana
dalil-dalil dalam agama terbagi kepada: Al-Quran, As-sunnah, Al-Ijma, dan
Al-qiyas sebagai jenis dalil yang disepakati seluruh ulama. Kemudian ada lagi
dalil yang disepakati oleh sebagian ulama dan masih dipertentangkan oleh yang
lainnya, yaitu: ‘Urf , Istihsan, maslahat mursalah, istishab, qoul Shahabi,
syar’u man qablana, dan lain-lain. Seiring perkembangan zaman, muncul pula perkara-perkara
anyar dalam lingkup komunitas tertentu yang tidak ditemukan dalil-dalinya baik dalam
nushus (qur’an dan sunnah) ataupun Ijma’ dan qiyas.
Hal
ini membuat sebagian orang melirik kepada dalil al mukhtalaf fiiha (dalil yang
menjadi polemik antar ulama), dimana lebih difokuskan kepada ‘Urf atau
kebiasaan yang berlaku kepada sebagian besar masyarakat. Pengambilan hukum
melalui ‘Urf atau yang kita kenal dengan adat sebagai landasan ini kemudian menjadi
Ironi tatkala terjadi misaplikasi di dalamnya. Tak sedikit dari pemikir-pemikir
Islam kontemporer yang menggunakannya untuk melegitimasi pendapat pribadi, sementara
hukumnya baik secara eksplisit ataupun prediktif sudah ditetapkan dalam sumber
dalil nushus.
Sebagai
contoh, hukum mengenakan kerudung yang dipandang sudah tidak relevan karena
ayat yang menegaskan tentang penggunaanya hanyalah bersifat temporari, dan
secara ‘Urf masyarakat luas tidak membutuhkan kerudung lagi di era ini dengan
segala alasanya. Hal ini menarik untuk dikaji, maka dalam penulisan kali ini,
penulis akan berusaha memaparkan tentang bagaiamana pendapat ulama tentang ‘Urf
, rambu-rambu penggunaanya, sehingga kita mampu mengkritik misaplikasinya dalam
hukum-hukum yang dianggap baru.
Posting Komentar