E-Book: MENEMPELKAN MATA KAKI SAAT SHALAT JAMA'AH, WAJIBKAH?
SEKILAS INFO
Judul Buku
Menempelkan Mata Kaki Saat Shalat Jamaah, Wajibkah?
Penulis
Hanif Luthfi,Lc., MA
Editor
Muhammad Haris Fauzi
Setting & Lay out
Maharati Marfuah
Desain Cover
Muhammad Abdul Wahab
Penerbit
Rumah Fiqih Publishing Jalan Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940
Cetakan Pertama
28 September 2018
Literasisambas.org - Jika kita shalat jamaah
di masjid hari ini, masalah meluruskan shaf tentu bukan hal yang susah. Hal itu
karena di masjid sudah ada karpet yang bergaris, atau paling tidak lantai yang
sudah ada garis penanda shafnya. Sedangkan kita hari ini agak bermasalah dengan
merapatkan shaf. Bisa jadi masalah itu karena faktor karpet itu sendiri. Karpet
dalam masjid kadang bergambar seperti sajadah, yang seolah menandakan bahwa
satu orang itu berdiri di satu kotak sajadah, karena itu kavlingnya. Atau kadang
karena sajadah masing-masing jamaah. Tak jarang setelah pulang haji atau umrah,
jamaah Indonesia membeli sajadah untuk ukuran orang Arab. Yang mana pastinya
ukurannya akan berbeda untuk orang Indonesia. Tentu jika ada orang shalat di
sampingnya, akan merasa sungkan untuk merapatkan barisan, karena akan menginjak
sajadah orang lain. Seolah-olah seperti menjajah tempat orang lain.
Nabi memerintahkan para jamaah shalatnya untuk meluruskan shaf, menutup celah dalam shaf. Hal itu demi kesempurnaan shalat jamaah dan agar tak diganggu setan yang hadir di sela-sela barisan. Meluruskan shaf tentu tak jadi masalah. Hanya saja berkaitan dengan merapatkan shaf, apakah harus menempelkan pundak, lutut dan mata kaki selama shalat? Hal itu karena ada sebagian orang yang sangat gigih menempelkan kakinya kepada jamaah lain. Hal dianggap perintah Nabi, jadi tak melakukannya berarti mengabaikan perintah Nabi. Meski sebagian yang lain agak merasa risih selalu ditempel kakiknya, sehingga shalatnya malah tidak khusyu’. Bagaimana dengan haditsnya? Apakah itu benar perintah Nabi? Atau perbuatan para shahabat Nabi setiap shalat berjamaah? Bagaimana komentar para ulama?
Posting Komentar