BEGINILAH CANDA DAN GURAU RASULULLAH DALAM ISLAM. PART #1 (Terhadap Keluarga)
Oleh: Usmul Hidayah
Literasisambas.org - Manusia diciptakan dengan
berbagai macam bentuk fisik maupun warna kulit. Setiap manusia disisipkan
dengan berbagai sifat, dan setiap sifat berpotensi baik maupun buruk. Tidak
hanya itu saja, manusia juga dibekali dengan perasaan, baik itu perasaan suka,
benci, cinta, marah maupun senda gurau. Namun, setiap sifat yang Allah subhanahu wa ta’ala bekali kepada
manusia, memiliki kebaikan di dalamnya apabila ia mampu mengendalikannya sesuai
dengan kadarnya.
Begitu juga dengan
bercanda, canda dalam perkataan ibarat garam dalam makanan. Bula takarannya
pas, maka ia dapat menciptakan keakraban dan kedekatan. Namun bila terlalu banyak,
maka ia bisa menjatuhkan harga diri dan kehormatan. Begitu pula sebalinya, bila
tidak ada canda, maka kehidupan ini akan terasa keirng kerontang laksana di
padang pasir yang tandus dan tidak ada tempat bernaung.
Ada kalanya di masa canda
mendatangkan suasana riang, hingga Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam pun juga bercanda, tetapi beliau tetap menjaga kejujuran
saat bercanda. Disamping itu, saat bercanda harus memperhatikan batasan-batasan
sehingga saat bercanda akan mendatangkan hikmah, kapan bercanda itu dilarang
dan kapan bercanda itu disunnahkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Bergurau lawan dari
serius. Dalam istilah syari’at az-Zabidi mendefinisikannya yaitu canda tawa
dengan orang lain sebagai bentuk kelembutan dan keakraban tanpa menyakiti
hingga sampai batas menghina dan mengejek. Para imam berkata, “Banyak bercanda
sehinga tidak ada keseriusan, dapat merusak naka baik dan wibawa, dan
menjauhkannya sama sekali serta alergi kepadanya adalah adalah menyelisihi
Sunnah dan Sirah Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam yang kita diperintahkan agar mengikuti dan meneladaninya, dan
sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan. (Canda & Tawa Nabi, hal. 2)
Adapun hukum bercanda,
maka bercanda yang bersih dari hal-hal yang dilarang yang bisa memperkeruh
jernihnya akal pikiran dan hati, adalah sesuatu yang dianjurkan, ia adalah
sifat mulia, di mana Peletak syariat yang bijaksana mengajak kepadanya. Sedangkan
canda tawa yang dilarang adalah canda tawa yang berlebih-lebihan, maka ia
menyebabkan kerasnya hati dan menyibukkan dari dzikir kepada Allah dan dari
memikirkan urusan-urusan penting dalam agama, dan dalam banyak kasus, ia dapat
menyakiti orang lain, menyebabkan kebencian, jatuhnya kewibawaan dan harga
diri.
Diantara dalil yang mendasari bolehnya bercanda adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam at-Tirmizi dalam
kitab Sunannya, no. 1913, dan dalam kitab asy-Syamâ’il al-Muhammadiyah, no.
238. Menurut beliau hadits ini derajatnya hasan shahih, dari Sahabat Abu
Hurairah radhiyallahu anhu , dia
berkata:
قَالُوا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا؟ قَالَ: نَعَمْ غَيْرَ إِنِّي لَا
أَقُولُ إِلَّا حَقًّا
Artinya: Para Sahabat
berkata, “Wahai Rasulullah! Sesungguhnya engkau mencadai kami.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Betul, akan tetapi saya tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar”.
Syaikh Badruddin
menyatakan bahwa pada dasarnya gurau adalah jalan menuju suka cita dan
kebahagiaan, karena kebahagiaan ada dua macam, sebagaimana gurau juga ada dua
macam, dalam kebahagiaan dalam gurau juga ada kebaikan dan keburukan. Perincian
ini tidak berbeda sekalipun dari sisi lainya, namun ia memiliki titik temu
dengan masalah ini, yaitu kebahagiaan yang ada di balik gurau yang baik dan
kebahagiaan di balik gurau yang buruk, ia tidak berbeda dengan arahan Allah
yang memerintahkan manusia berbahagia manakala dia mendapatkan
kenikmatan-kenikmatan dan dia melihat kepada apa yang disisi-Nya yang Allah
berikan kepadanya berupa nikmat-nikmat besar yang membahagiakannya dan membuatnya
menggunakan dalam apa yang Allah ridhai sehingga perbuatannya tersebut
merupakan wujud dari rasa syukurnya. (Canda & Tawa Nabi, hal. 11)
Al Mawardi berkata, “Orang yang
berakal memilih dua keadaan untuk bergurau yang tidak ada ketiganya.
Pertama, menyenangkan rekan-rekan dan mendekatkan diri kepada lawan bicara, hal
ini dilakukan dengan kata-kata baik yang menyenangkan dan perbuatan mulia yang
membahagiakan. Kedua, menggunakan gurau untuk menepis kesalahpahaman yang
terjadi secara insidentil. Dahulu dikatakan, apa yang tersimpan dalam dada
pasti akan dihembuskan keluar”. (Faidh al-Qadir, 3/18)
Ini adalah rahmat Allah
kepada umat ini, seandainya hidup seorang Muslim hanya berjalan di atas satu
rel saja, niscaya tidak ada manusia yang merasa nyaman dengan manusia lainnya,
karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajak para sahabat untuk
menyebarkan ruh saling mencintai dan kasih sayang di antara mereka. Dari Abu
Dzar al-Ghifari, dia berkata, Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
وَلاَ
تَحْقِرَنَّ شَيْئًا مِنَ الْمَعْرُوفِ وَأَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَأَنْتَ
مُنْبَسِطٌ إِلَيْهِ وَجْهُكَ إِنَّ ذَلِكَ مِنَ الْمَعْرُوفِ
Artinya: “Jangan menyepelekan kebaikan sedikit pun,
walaupun hanya dengan menampakkan wajah gembira di depan saudaramu”. (HR.
Abu Daud no. 4084 dan Tirmidzi no. 2722. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih. Al Hafizh Ibnu Hajar menyatakan bahwa hadits ini
shahih
Banyak contoh gurau
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wasallam
dalam hidup beliau. Nabi tidak banyak bercanda, bila Nabi bercanda, maka beliau
memiliki maksud, yaitu pendidikan lhur yang membuat hati hidup karena terpaut
kepada Allah, sebagaimana ia bertujuan mendekatkan beliau kepada anggota
masyarakat, anak-anak dan orang dewasa, serta memperlihatkan kebaikan-kebaikan
agama ini.
Tulisan kali ini membahas
tentang canda Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam dan gurau beliau, antara lain sebagai berikut:
1.
Gurau
Nabi dengan Keluarganya
Hadits
Pertama
حَدَّثَنَا أَبُو الْيَمَانِ أَخْبَرَنَا شُعَيْبٌ عَنْ الزُّهْرِيِّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّ عَائِشَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهَا زَوْجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَتْ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَا عَائِشَ هَذَا
جِبْرِيلُ يُقْرِئُكِ
السَّلَامَ قُلْتُ وَعَلَيْهِ السَّلَامُ وَرَحْمَةُ اللَّهِ قَالَتْ وَهُوَ يَرَى
مَا لَا نَرَى
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami Abu Al Yaman telah mengabarkan kepada kami Syu'aib
dari Az Zuhri dia berkata; telah menceritakan kepadaku Abu Salamah bin
Abdurrahman bahwa Aisyah radliallahu
'anha isteri Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam berkata; Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Wahai
'Aisy (sebutan untuk Aisyah), Ini adalah Jibril, ia menitipkan salam
untukmu." Lalu aku menjawab; "Wa'alaihis salam warahmatullah."
Aisyah berkata; "Dia (Jibril) melihat sesuatu yang tidak kami lihat."
(Hadits Shahih Al-Bukhari No. 5733)
An-Nawai berkata, “Di antara faidah hadits ini adalah
keutamaan yang nyata bagi Aisyah, dan dalam hadits ini terkandung dalil
membolehkan pangglan dengan cara tarkhim”. Dan Al-hafizh berkata, “Hadits ini menetapkan keutamaan besar bagi
Aisyah”. Nabi memanggil Aisyah dengan tarkhim,
ini termasuk canda beliau dan kelembutan kepada keluarganya.
Hadits
Kedua
Di antara gurau
dan canda Nabi shallalahu ‘alaihi wasallam adalah saat beliau sakit. Imam Ahmad
bin Hanbal meriwayatkan dalam Musnadnya dari jalan Muhammad bin Ishaq dengan
sanadnya kepada Aisyah, dia berkata:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَلَمَةَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَقَ عَنْ يَعْقُوبَ
بْنِ عُتْبَةَ عَنْ الزُّهْرِيِّ عَنْ عُبَيْدِ اللَّهِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ رَجَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ مِنْ الْبَقِيعِ فَوَجَدَنِي وَأَنَا أَجِدُ صُدَاعًا فِي رَأْسِي وَأَنَا أَقُولُ وَا رَأْسَاهُ فَقَالَ بَلْ أَنَا يَا عَائِشَةُ وَا رَأْسَاهُ
ثُمَّ قَالَ مَا ضَرَّكِ لَوْ
مِتِّ قَبْلِي فَقُمْتُ عَلَيْكِ فَغَسَّلْتُكِ وَكَفَّنْتُكِ وَصَلَّيْتُ
عَلَيْكِ وَدَفَنْتُكِ
Artinya: Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya berkata, telah menceritakan kepada
kami Ahmad bin Hanbal berkata, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin
Salamah dari Muhammad bin Ishaq dari Ya'qub bin Utbah dari Az Zuhri dari
Ubaidullah bin Abdullah dari 'Aisyah ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam kembali dari Baqi' dan
mendapatiku sakit kepala, aku bergumam, "Duh.. kepalaku! " Beliau pun
bersabda: "Wahai 'Aisyah, aku juga merasakannya. " kemudian beliau
bersabda: "Tidak ada bahaya sekiranya kamu meninggal sebelumku, aku akan
mengurusimu, memandikan, mengafani, menshalatkan dan menguburkanmu."
(Hadits Sunan Ibnu Majah No. 1454)
Hadits
Ketiga
Di antara canda
Nabi dan kelembutan beliau kepada keluarganya adalah apa yang Abu Dawud
riwayatkan dengan sanadnya kepada Hisyam bin Urwah dari bapaknya dan Abu
Salamah dari Aisyah bahwa dia pernah bersama Nabi dalam sebuah perjalanan. Aisyah
berkata:
حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ الْأَنْطَاكِيُّ مَحْبُوبُ بْنُ مُوسَى أَخْبَرَنَا أَبُو إِسْحَقَ يَعْنِي الْفَزَارِيَّ عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ
أَبِيهِ وَعَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا أَنَّهَا كَانَتْ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ قَالَتْ
فَسَابَقْتُهُ فَسَبَقْتُهُ
عَلَى رِجْلَيَّ فَلَمَّا حَمَلْتُ اللَّحْمَ سَابَقْتُهُ فَسَبَقَنِي فَقَالَ
هَذِهِ بِتِلْكَ السَّبْقَةِ
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami Abu Shalih Al Anthoki
Mahbub bin Musa, telah mengabarkan kepada kami Al Fazari, dari Hisyam bin
'Urwah, dari ayahnya, dan dari Abu Salamah, dari Aisyah, radliallahu 'anha, bahwa ia pernah bersama Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dalam suatu
perjalanan, ia berkata; kemudian aku
berlomba dengan beliau, lalu aku mendahului beliau dengan berjalan kaki.
Kemudian setelah gemuk aku berlomba dengan beliau kemudian beliau mendahuluiku.
Beliau berkata: "Ini menggantikan kekalahan pada perlombaan terdahulu."
(Hadits Sunan Abu Dawud No. 2214)
Itulah beberapa dalil
tentang canda dan gurau Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam kepada keluarganya yang dapat kita teladani. Tidak bisa dipungkiri, bahwa sesungguhnya
canda di saat-saat tertentu memang dibutuhkan untuk
menciptakan suasana rileks dan santai terlebih lagi terhadap
keluarga guna mengendorkan
urat syaraf, menghilangkan rasa pegal dan capek sehabis kerja
ataupun melakukan aktifitas
yang menguras konsentrasi dan tenaga sehingga dengan bergurau
tersebut dapat mempererat keharmonisan antara suami istri di dalam keluarga.
In syaa Allah, tulisan seterusnya (Lanjutan) kita bahas Canda dan Gurau Nabi terhadap anak-anak. Semoga tulisan ini menjadi inspirasi bagi kita semua dan menjadi motivasi untuk terus meneladani Suri Tauladan Terbaik sepanjang masa yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam hingga akhir zaman. Semoga kita mendapatkan syafa’at beliau di padang mahsyar dan dapat meminum air di telaga kausarnya. Aamiin.... Lanjutan: Part #2 Terhadap Anak-anak
Posting Komentar