ADAT KEBIASAAN MASYARAKAT MELAYU DAN BAGAIMANA ISLAM MENJAWAB
Oleh: Usmul Hidayah
Literasisambas.org - Pulau
Kalimantan yang merupakan wilayah Indonesia. Pulau kalimantan terbagi menjadi 5
provinsi dan salah satunya adalah Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi
Kalimantan Barat memiliki bermacam-macam suku dan budaya. Suku Melayu merupakan
penduduk yang paling banyak di Kalimantan Barat sehingga melahirkan berbagai
macam budaya. Suku Melayu sebagian besar menghuni di daerah persisir (daerah
pantai) dan di tepi sungai di daerah pendalaman.
Suku
Melayu juga memiliki berbagai macam dialek bahasa dan memiliki ciri khas
masing-masing, contohnya Melayu Pontianak dan Melayu Sambas. Bahasa Melayu
Pontianak, jika berbicara dialeknya sangat lembut atau memilki ciri khas
diakhir dialeknya “e”. Sedangkan Melayu Sambas jika berbicara dialeknya agak
kaku dengan memiliki ciri khas diakhir dialeknya “o”. Dan masih banyak lagi
ciri khas dialek melayu lainnya di Kalimantan Barat.
Kembali
lagi tentang budaya, bukan hanya dialeknya saja yang beragam, Suku Melayu juga
memiliki beberapa budaya atau tradisi yang lazim dilakukan oleh masyarakat
melayu khususnya di Kalimantan Barat. Di antaranya adalah, sebagai berikut:
1.
Tepung Tawar
Tepung
tawar adalah nama tradisi di kalangan suku Melayu yang ada di Kalimantan Barat.
Sesuai dengan namanya tepung tawar, bahan utamanya adalah tepung beras.
Segenggam beras dihaluskan (dijadikan tepung), lalu diberi air secukupnya.
Kemudian, siapkan daun juang. Daun juang dicelupkan/dimasukan ke dalam cairan
tepung beras, selanjutnya dikebaskan secara perlahan ke badan seseorang atau
benda lainnya semisal bangunan, kendaraan, dan sebagainya. Acara tepung tawar
juga selalu dirangkai dengan taburan beras kuning, yaitu beberapa genggam beras
yang telah diwarnai dengan kunyit sehingga telihat kuning.
Acara
tepung tawar dan tabur beras kuning dilakukan dalam kegiatan antara lain:
1.
Ketika ketika akan
membangun dan menempati rumah/bangunan;
2.
Ketika ketika
gunting rambut;
3.
Ketika menyambut
tamu terhormat atau kedatangan pengantin
4.
Bahkan ketika
mendapatkan musibah, dan lainnya.
Tujuan
dari tepung tawar ini adalah sebagai ucapan selamat datang, penghormatan serta
terhindar atau menghindari dari bala dan bencana agar terjaga keselamatan.
Sedangkan taburan beras kuning bermakna kesejahteraan atau keberuntungan.
2.
Selamatan
Selamatan
atau kenduri atau syukuran adalah sebuah pesta kecil yang diselenggarakan
sebagai ungkapan/tanda syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di samping itu ada
khusus selamatan atau kenduri yang bertujuan untuk mendo’akan seseorang, minta
keselamatan/perlindungan kepada Tuhan yang Maha Esa.
Kegiatan
tersebut biasanya dilakukan oleh masyarakat melayu Kalimantan Barat seperti,
sebagai berikut:
1.
Selamatan atas
kelahiran anak;
2.
Selamatan sebelum
berangkat haji atau umrah;
3.
Selamatan sembuh
dari sakit;
4.
Selamatan atas mendapatkan
nikmat, seperti naik pangkat atau pun semisalnya;
5.
Selamatan
menempati rumah baru/pindah rumah, dan laing sebagainya.
3.
Saprahan
Saprahan
sebuah tradisi jamuan makan yang melibatkan banyak orang. Tradisi ini sudah
melekat di kalangan suku Melayu Kalimantan Barat. Saprahan atau seprahan
berasal dari kata saprah atau seprah. Maksudya bentangan kain untuk mengalasi
makanan yang terletak di tengah undangan yang duudk berhadapan. Kain saprah
bentuknya memanjang dan biasanya berwarna putih atau hijau. Di atas kain saprah
itulah makanan dihidangkan.
Inti
dari jamuan saprahan yaitu, makanan atau minuman yang dihidangkan serempak di
hadapan masing-masing tamu dan setiap saprah menjamu makanan sebanyak 5-6
orang. Memulai makan secara bersama-sama dan mengakhiri makan juga bersama-sama.
Tradisi makan saprahan biasanya dilakukan dalam acara pesta perkawinan atau
acara-acara lainnya yang mengundang banyak orang.
4.
Antar Pinang
Antar
pinang adalah salah satu adat atau tradisi Pernikahan Suku Melayu. Antar pinang
dilakukan apabila apabila sudah disepakati tanggal pernikahan. Antar pinang
diselenggarakan sebelum pelaksanaan pernikahan di kalangan Suku Melayu
Kalimantan Barat. Antar pinang dalam masyarakat Melayu Pontianak disebut juga
antar uang, sedangkan Melayu Kapuas Hulu menyebutkan antar-antar.
Dari
beberapa macam istilah dari antar pinang, inti dari tradisi tersebut adalah
acara mengantar barang-barang yang diperlukan oleh kedua calon pengantin ketika
memulai kehidupan berumah tangga setelah menikah. Barang-barang yang dibawa
(diantar) berasal dari pihak laki-laki, termasuk uang yang diperlukan untuk
acara pernikahan. Seiring dengna perkembangan zaman, antar pinang banyak
dilakukan pada hari akad nikah. Namun, acara antar pinang didahulukan sebelum
akad nikah berlangsung.
5.
Tradisi Acara Nujuh Bulan
Upacara
adat yang biasanya dilakukan oleh masyarakat Melayu ketika istri hamil ke bulan
7 di Kalimantan Barat adalah upacara atau acara nujuh bulan. Kadang-kadang ada
juga yang menyebutnya dengan upacara Belinggang. Dalam bahasa Melayu Kalimantan
Barat, nujuh artinya yang ketujuh atau saat ketujuh, jadi nujuh bulan artinya
saat kandungan (kehamilan) menginjak pada bulan ketujuh atau hamil tujuh bulan.
Tujuan utama dari tradisi tersebut adalah agar bayi dalam kandungan tetap sehat dan selamat, mudah ketika ibu melahirkan, dan selamat selama proses melahirkan. Di samping itu, tujuan lain dari tradisi tersebut sebagai bentuk ungkapan syukur dan memohon keberkahan dan keselamatan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Dari
beberapa tradisi/adat yang disebutkan di atas, sebenarnya masih banyak adat
atau kebiasaan masyarakat Melayu di Kalimantan Barat. Perlu diketahui, sebagian
besar bahkan hampir semuanya, Suku Melayu di Kalimantan Barat beragama Islam.
Agama Islam adalah agama Allah subhanahu
wa ta’ala yang diturunkan melalui perantara Malaikat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk
disampaikan kepada seluruh manusia yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits
yang Shahih.
Agama
Islam adalah agama yang Haq yang telah sempurna dan telah disebarkan di penjuru
dunia agar manusia mengenal siapa Tuhannya. Dengan mengenal siapa Tuhannya,
maka manusia akan faham siapa yang pantas untuk disembah dan kepada siapa yang
pantas untuk berharap. Agama ini datang agar manusia mengenal siapa Tuhannya
dan untuk apa mereka diciptakan.
Firman
Allah subhanahu wa ta’ala, di dalam
al-Qur’an:
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
Artinya:
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Az-Zariyat: 56)
Dari
ayat di atas, dapat kita pahami bahwa kita diciptakan untuk beribadah kepada
Allah subhanahu wa ta’ala saja. Apa itu
ibadah? Menurut
Penulis syarah Al-Wajibat menjelaskan, “Ibadah secara bahasa berarti perendahan
diri, ketundukan dan kepatuhan.” (Tanbihaat Mukhtasharah, hal. 28).
Adapun secara istilah syari’at, para ulama memberikan beberapa definisi
yang beraneka ragam. Di antara definisi terbaik dan terlengkap adalah yang
disampaikan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan, “Ibadah
adalah suatu istilah yang mencakup segala sesuatu yang dicintai Allah dan
diridhai-Nya, baik berupa perkataan maupun perbuatan, yang tersembunyi (batin)
maupun yang nampak (lahir). Begitu pula rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya,
takut kepada Allah, inabah (kembali taat) kepada-Nya, memurnikan agama (amal
ketaatan) hanya untuk-Nya, bersabar terhadap keputusan (takdir)-Nya, bersyukur
atas nikmat-nikmat-Nya, merasa ridha terhadap qadha/takdir-Nya, tawakal
kepada-Nya, mengharapkan rahmat (kasih sayang)-Nya, merasa takut dari siksa-Nya
dan lain sebagainya itu semua juga termasuk bagian dari ibadah kepada Allah.”
(Al ‘Ubudiyah, cet. Maktabah Darul Balagh hal. 6, diringkas).
Dengan penjelasan di atas maka ibadah bisa didefinisikan
secara lengkap sebagai “Perendahan diri
kepada Allah karena faktor kecintaan dan pengagungan yaitu dengan cara
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya
sebagaimana yang dituntunkan oleh syari’at-Nya”. (Syarh Tsalatsati Ushul,
hal. 37).
Setelah kita memahami
makna ibadah secara mendalam, maka dapat kita pahami secara gamblang bahwa
ibadah adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah, baik perintah
maupun larangan, perkataan ataupun perbuatan, bahkan meminta perlindungan, pengharapan,
pertolongan, maupun keselamatan hanya kepada Allah semata yang telah diatur di
dalam Syari’at Islam, yakni al-Qur’an dan al-Hadits.
Apabila kita kaitankan
dengan adat atau pun tradisi masyarakat Melayu yang mayoritas bergama Islam,
apakah mereka benar-benar beribadah ataupun hanya berharap keselamatan dan
perlindungan kepada Allah semata tanpa menyekutukan dengan Selain-Nya? Dalam hal
ini, sungguh sangat sulit untuk menjawab, jika kita tidak menghubungkannya
dengan dalil-dalil yang shahih.
Sebagai contoh adat atau
kebiasaan yang perlu digaris bawahi seperti tepung tawar yang
bertujuan agar terhindar atau
menghindari dari bala dan bencana agar terjaga keselamatan. Sedangkan taburan
beras kuning bermakna kesejahteraan atau keberuntungan. Sedangkan di
dalam ajaran Islam, kita selaku umat Islam harus berharap, meminta perlindungan
dan meminta keberkahan hanya kepada Allah semata, tanpa menyekutukannya.
Di
dalam al-Qur’an yang sering kita sebut disetiap shalat, Allah subhanahu wa ta’ala befirman agar
manusia hanya bergantung Kepada-Nya:
اِيَّاكَ نَعْبُدُ وَاِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُۗ
Artinya: “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan
hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan”. (QS. Al-Fatihah: 5)
Di
surah yang lain, Allah berfirman:
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
Artinya:
“Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi
kami dan Dia sebaik-baik pelindung”. (QS. Ali Imran: 173)
Allah
subhanahu wa ta’ala, berfirman:
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ اَللّٰهُ الصَّمَدُۚ
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta (bergantung) segala sesuatu”. (QS. Al-Ikhlas: 1-2)
Dari tiga dalil, Allah
menyeru kepada manusia agar selalu berharap, bergantung, meminta keselamatan
hanya Kepada-Nya. Sungguh sangat mungkin, bahwa kita sudah mengetahui dan
mungkin sudah hafal ketiga dalil tersebut. Jika kita benar-benar paham dari
ayat tersebut, kita dapat membuktikan kalau diri kita menjadikan Allah
subhanahu wa ta’ala sebagai tempat bergantung adalah dengan menggunakan
Pikiran secara benar. Karena Pikiran kita diciptakan oleh Allah dan memang untuk digunakan dalam kehidupan
sehari-hari untuk menciptakan kebaikan dalam hidup ini. Jadi cara bergantung
kepada Allah dengan benar adalah dengan berharap segala
kebaikan hanya kepada Allah dengan beribadah yang telah di ajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Maka dari itu, cek segala
bentuk adat atau kebiasaan nenek moyang kita apakah sesuai dengan syari’at
Islam ataupun bertolak belakang dengan ajaran Islam. Jika bertolak belakang,
maka cari dimana yang bertentangan. Apakah dimaknanya? Apakah dalam perayaannya?
Ataupun di dalam perbuatannya. Misalnya, kebiasaan tabur beras kuning yang
bertujuan agar mendapatkan keberuntungan. Dari hal tersebut, dari hal makna
sudah menyimpang, sedangkan Islam mengajarkan hanya bergantung dari segala
keberuntungan/keselamatan kepada Allah semata tanpa menyekutukan-Nya
sedikitpun.
Bagaimana
caranya agar tabur beras kuning tidak menjadi suatu perbuatan yang menyekutukan
Allah? Hilangkan tujuan tersebut dengan suatu perbuatan yang
tidak mendatangkan segala bentuk keberuntungan melainkan hanya suatu perbuatan yang
dilaksanakan dihari-hari tertentu agar menjadi meriah. Untuk kehati-hatian supaya
tidak terjerumus kedalam perbuatan menyekutukan Allah, kebiasaan tersebut dapat
kita hilangkan.
Karena menghilangkan
suatu adat/kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran Islam bukanlah suatu
kerugian untuk Iman kita, sungguh sangat berat siksaannya di akhirat, jika kita
mengetahui ibadah/perbuatan tersebut mengandung makna agar mendapatkan
keselamatan atau keberuntungan. Sedangkan itu termasuk perbuatan berharap Selain-Nya
atau menyekutukan Allah. Sebagaimana Firman Allah subhanahu wa ta’ala:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ وَالَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ فِرَاشًا
وَّالسَّمَاۤءَ بِنَاۤءً ۖوَّاَنْزَلَ مِنَ
السَّمَاۤءِ مَاۤءً فَاَخْرَجَ بِهٖ مِنَ الثَّمَرٰتِ رِزْقًا لَّكُمْ ۚ فَلَا
تَجْعَلُوْا لِلّٰهِ اَنْدَادًا وَّاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya:
“Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang
telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa.
(Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap,
dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan
(hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu
mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui”. (QS.
Al-Baqarah: 21-22)
Wallahua’lam.....
Referensi:
Pengenalan Budaya Kalimantan Barat,
Cetakan Petama Tahun 2017 oleh R. M. Umar
Posting Komentar