5 CARA MEMPERKUAT ISTIQOMAH
Oleh: Usmul Hidayah
Literasisambas.org - Segala
puji bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan, dan meminta ampun
kepada-Nya, dan kami berlindung kepada Allah dari keburukan jiwa kami dan dari
kejelekan perbuatan-perbuatan kami. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang
berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya dan aku
bersaksi bahwa Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam adalah hamba dan utusan Allah subhanahu wa ta’ala. Semoga shalawat, salam dan keberkahan
dilimpahkan kepada beliau, keluarga, sahabat dan segenap orang yang
mengikutinya. Semoga kita semua dalam naungan-Nya sampai kematian menjemput.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ
تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman!
Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati
kecuali dalam keadaan Muslim”. (QS. Ali Imran: 102)
Sesungguhnya
sebenar-benar pembicaraaan adalah Kalam Allah subhanahu wa ta’ala dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasaalam.
Seburuk-buruk perkara adalah perkara-perkara yang diada-adakan, dan setiap
perkara yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat, dan
setiap kesesatan tempatnya adalah neraka.
Tidak
dipungkiri bahwa kita sudah berada di akhir zaman, dimana banyak fitnah-fitnah
telah terjadi di kalangan masyarakat, khususnya kepada muslimin. Banyak
godaan-godaan dunia maupun syahwat yang dapat merobohkan benteng keimanan
seseorang yang ingin istiqomah dalam menjalankan syari’at Islam. Apabila
seseorang tidak memiliki power dalam
menghadapi godaan tersebut maka besar kemungkinan akan kembali kepada perbuatan
atau kebiasaaan lalu yang penuh kelam.
Berikut
ini adalah tulisan tentang suatu tema penting, yang telah dibicarakan dalam kedua
wahyu (al-Qur’an dan Sunnah) dan rotasi kedua kutubnya bertumpu kepadanya. Ini
merupakan poros kebahagiaan, sekaligus sebagai publikasi para ulama dan yang
menginginkan kebahagiaan. Istigomah adalah kebahagiaan bagaimana seseorang
dapat bertahan, teguh pendirian menjalankan perintah dan menjauhi larangan
Allah dan Rasul-Nya, agar mendapatkan kebahagiaan dunia maupun akhirat.
Imam
para ahli tafsir, Ibnu Jarir ath-Thabari, mengemukakan dua pendapat mengenai
penafisran istiqomah. Dia berkata, sebagian Ulama mengatakan, “Dan
mereka tidak mempersekutukan seseuatu apa pun dengan-Nya. Akan tetapi mereka
sempurna di atas tauhid”. Ini
pendapat Abu Bakar ash-Shiddiq, dia bekata, “Mereka
adalah orang-orang yang tidak mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah”.
Dan sebagian ulama lainnya mengatakan, “Kemudian mereka yang konsisten dalam
menaati-Nya”. Yang berpendapat demikian di antaranya: Umar bin Khattab,
dia berkata, “Demi Allah, mereka
konsisten kepada Allah dengan menaati-Nya dan mereka tidak bekelok sepeti
berkeloknya serigala”.
Adapun
pengertian istiqomah yang pernah dikemukan oleh para ulama, seperti Ibnu Rajab
dan ia berkata, “Istiqomah adalah menempuh jalan yang lurus, yaitu agama yang
lurus, tanpa berbelok darinya, baik kanan maupun ke kiri, dan itu mencapu
pelaksanaan semua ketaatan, baik yang lahir maupun yang batin, serta
meninggalkan semua larangan”.
Istiqomah
adalah lafazh syar’ie, status keimanan, sikap peribadahan, keteguhan hati,
lisan dan anggota tubuh seseorang, dan Allah telah memerintahkan kepada
Nabi-Nya dan orang-orang yang beriman, agar selalu istiqomah dalam menjalankan
syari’at. Allah subhanahu wa ta’ala,
berfirman:
فَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ
Artinya:
“Maka istiqomahlah (tetap) engkau
(Muhammad) (di jalan yang benar), sebagaimana telah diperintahkan kepadamu dan
(juga) orang yang bertobat bersamamu”. (QS. Hud: 112)
Dan
Allah merangkainya dengan dakwah (mengajak kepada Allah). Allah berfirman:
فَلِذٰلِكَ فَادْعُ ۚوَاسْتَقِمْ كَمَآ اُمِرْتَۚ وَلَا
تَتَّبِعْ اَهْوَاۤءَهُمْۚ
Artinya:
“Karena itu, serulah (mereka beriman) dan
tetaplah (beriman dan berdakwah) sebagaimana diperintahkan kepadamu (Muhammad)
dan janganlah mengikuti keinginan mereka”. (QS. Asy-Syura: 15)
Serta
Allah memuji mereka yang beristiqomah dan memberi mereka ganjaran pahala. Allah
berfirman:
اِنَّ الَّذِيْنَ قَالُوْا رَبُّنَا اللّٰهُ ثُمَّ
اسْتَقَامُوْا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ اَلَّا تَخَافُوْا وَلَا
تَحْزَنُوْا وَاَبْشِرُوْا بِالْجَنَّةِ الَّتِيْ كُنْتُمْ تُوْعَدُوْنَ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang berkata,
“Tuhan kami adalah Allah” kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka
malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), “Janganlah kamu
merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu”. (QS. Fussilat: 30)
Dalil
untuk selalu istiqomah tersebut cukup jelas untuk menjelaskan perintah,
kedudukan dan ganjaran bagi para penyandangnya, baik di dunia maupun di
akhirat. Sungguh sangat merugi apabila seseorang sudah mendapatkan hidayah
Allah, tapi mereka kembali ke jalan sebelumnya, maka celakalah para pelakuya
baik di dunia maupun akhirat. Allah berfirman di dalam Kitab-Nya:
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا ثُمَّ كَفَرُوْا ثُمَّ اٰمَنُوْا
ثُمَّ كَفَرُوْا ثُمَّ ازْدَادُوْا كُفْرًا لَّمْ يَكُنِ اللّٰهُ لِيَغْفِرَ
لَهُمْ وَلَا لِيَهْدِيَهُمْ سَبِيْلًاۗ
Artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman
lalu kafir, kemudian beriman (lagi), kemudian kafir lagi, lalu bertambah
kekafirannya, maka Allah tidak akan mengampuni mereka, dan tidak (pula)
menunjukkan kepada mereka jalan (yang lurus)”. (QS. An-Nisa’: 137)
Sering
kita temukan orang-orang yang menjalankan agama dengan penuh kesungguhan, namun
sedikit sekali di antara mereka yang benar-benar istiqomah. Tidak terkecuali
kita sendiri, yang terkadang bersemangat beribadah, tetapi di saat yang lain,
diderea oleh rasa jenuh dan malas, bahkan mungkin melakukan perbuatan yang
keluar dari koridor yang benar. Sehingga sering kita betanya-tanya di dalam
hati, kenapa begitu sulit bertahan atau istiqomah menjalankan syari’at-Nya.
Insya
Allah, tulisan singkat ini dapat membantu teman-teman meraih sikap istiqomah.
Adapun langkah-langkahnya, antara lain:
1.
Memohon Perlindungan Kepada Allah dari Godaan Setan
Setan merupakan penghalang terbesar di jalan
istiqomah, yang paling petama dan yang tidak pernah berhenti menghalangi.
Permusuhan dengan ummat manusia, dimulai dari penciptaan Nabi Adam dan telah
tampak dalam sikapnya yang enggan bersujud kepadanya, dan sikap konsisten dalam
menyesatkan Nabi Adam dan anak keturunannya, perbuatannya yang telah
mengeluarkan Nabi Adam bersama Istrinya dari surga, serta upayanya menyeret
keturunan mereka agar bersamanya masuk neraka.
Sungguh Allah telah memberikan jalan keluar bagi para
hamba-Nya. Allah telah mengatahui kelemahan, keterbatasan, dan kelalaian
mereka, sehingga tidak membiarkan mereka tanpa membekali dengan senjata ampuh
dan perisai nan kokoh, yakni memohon perlindungan kepada Allah dari godaan
setan yang terkutuk.
Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَاَعْرِضْ عَنِ الْجٰهِلِيْنَ وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطٰنِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ
بِاللّٰهِ ۗاِنَّهٗ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ
Artinya: “Jadilah
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan pedulikan
orang-orang yang bodoh. Dan jika setan datang menggodamu, maka berlindunglah
kepada Allah. Sungguh, Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui”. (QS. Al-A’raf:
199-200)
2.
Selalu Menyucikan Jiwa dengan Bertaubat
Sesungguhnya Allah menciptakan manusia dengan segala
macam sifat dan hawa nafsu. Kadang hawa nafsu ini akan mengarahkan suatu
perbuatan yang buruk. Allah subhanahu wa
ta’ala, berfirman:
وَمَآ اُبَرِّئُ نَفْسِيْۚ اِنَّ
النَّفْسَ لَاَمَّارَةٌ ۢ بِالسُّوْۤءِ
Artinya: “Dan
aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu
itu selalu mendorong kepada kejahatan”. (QS. Yusuf: 53)
Jadi jiwa manusia bukanlah jiwa malaikat yang murni
kebaikan, dan bukan pula jiwa setan yang murni keburukan. Tapi di antara
keduanya, ia memiliki potensi untuk menerima kebaikan dan keburukan dan
ketakwaan dan kedurhakaan. Mengerjakan segala perintah-Nya merupakan cara untuk
menyucikan jiwa dari kotoran-kotoran yang menempel di hati.
Rasululllah shallallahu
‘alaihi wasallam, bersabda:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِي
قَلْبِهِ نُكْتَةٌ
سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ
Artinya:
“Dari Abu Hurairah radliallahu 'anhu
beliau bersabda: "Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka di
titikkan dalam hatinya sebuah titik hitam dan apabila ia meninggalkannya dan
meminta ampun serta bertaubat, hatinya dibersihkan dan apabila ia kembali maka
ditambahkan titik hitam tersebut hingga menutup hatinya". (Hadits
Jami' At-Tirmidzi No. 3257)
3.
Selalu Bemujahadah (Melawan Hawa Nafsu)
Hawa nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada syahwat
yang diharamkan. Di dalam al-Qur’an, hawa nafsu hanya disebutkan dalam konteks
celaan dan peringatan.
Allah subhanahu
wa ta’alah, berfirman:
اَفَرَءَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ
هَوٰىهُ وَاَضَلَّهُ اللّٰهُ عَلٰى عِلْمٍ
Artinya: “Maka
pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan
Allah membiarkannya sesat dengan sepengetahuan-Nya”. (QS. Al-Jatsiyah: 23)
Inilah cara agar istiqomah dalam menjalankan syari’at
Islam yakni dengan bermujahadah atau melawan hawa nafsu. Tidak pungkiri untuk
semua kalangan, baik itu masyarakat awam maupun seorang ustadz, melawan hawa
nafsu adalah perang yang paling hebat. Untuk mengendalikan hawa nafsu tersebut
maka lakukanlah hal-hal yang bermanfaat dan beramal sholeh. Karena sesungguhnya
itu semua dapat mencegah seseorang melakukan hal yang menyesatkan. Dan Allah
menjanjikan surga sebagai tempat tinggalnya
kelak bagi orang yang bisa melawan hawa nafsu.
Allah berfirman:
وَاَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهٖ
وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوٰىۙ فَاِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوٰىۗ
Artinya: “Dan adapun
orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari
(keinginan) hawa nafsunya, maka sungguh, surgalah tempat tinggal(nya)”.
(QS. An-Nazi’at: 40-41)
4.
Bersegera Melaksanakan Kebaikan
Cara terbaik untuk melewati rintangan istiqomah adalah
dengan merobek jaring laba-laba yang lemah itu, yakni dengan bebuat dan
bersegera, tidak menunda-nunda amal kebaikan. Pernah mendengar kalimat ini, “Sudah tua nanti baru taubat”. Kalimat tersebut
sering kita dengar di masyarakat bahkan ini termasuk senjata bagi orang-orang
yang selalu menunda-nunda kebaikan. Sering kali seseorang mempedayai dirinya
dengan janji-janji paslu dan angan-angan dusta, dan memperkenankannya
menunda-nunda dengan alasan waktu senggang dan luang. Sehingga umur pun berlalu
dengan sia-sia dan masa muda pun lewat begitu saja.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam, bersabda:
ابْنَ عَبَّاسٍ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا
كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ
Artinya:
Ibnu Abbas berkata, "Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Dua kenikmatan yang sering
dilupakan oleh kebanyakan manusia adalah kesehatan dan waktu luang".
(Hadits Sunan Ibnu Majah No. 4160)
5.
Berteman dengan Orang yang Sholeh
Karena manusia secara naluriah adalah makhluk sosial,
maka dia pasti bersosialisasi dan bergaul. Islam memberikan petunjuk bagi seorang
muslim untuk menentukan teman begaulnya. Apa bila ia salah dalam bergaul maka
teman yang buruk akan cenderung kepada dunia dan memperturutkan hawa nafsunya.
Dan Allah telah memperingatkan di dalam al-Qur’an, Allah befirman:
وَيَوْمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيْهِ يَقُوْلُ يٰلَيْتَنِى اتَّخَذْتُ مَعَ الرَّسُوْلِ سَبِيْلًا يٰوَيْلَتٰى لَيْتَنِيْ
لَمْ اَتَّخِذْ فُلَانًا خَلِيْلًا لَقَدْ اَضَلَّنِيْ عَنِ الذِّكْرِ
بَعْدَ اِذْ جَاۤءَنِيْۗ وَكَانَ الشَّيْطٰنُ لِلْاِنْسَانِ خَذُوْلًا
Artinya: “Dan
(ingatlah) pada hari (ketika) orang-orang zalim menggigit dua jarinya,
(menyesali perbuatannya) seraya berkata, “Wahai! Sekiranya (dulu) aku mengambil
jalan bersama Rasul. Wahai, celaka aku! Sekiranya (dulu) aku tidak menjadikan
si fulan itu teman akrab(ku), sungguh, dia telah menyesatkan aku dari
peringatan (Al-Qur'an) ketika (Al-Qur'an) itu telah datang kepadaku. Dan setan
memang pengkhianat manusia”. (QS. Al-Furqan: 27-29)
Dalam konteks ini, bukan berarti kita memutuskan tali
persaudaraan atau tidak ingin berteman dengan orang yang buruk, akan tetapi
bertemanlah dengan sewajarnya. Kita harus selektif dalam memilih teman dan
serius dalam menyaring mereka. Hal ini bertujuan untuk menjaga keistigomahan
dan bisa saling mengingatkan saat dia lupa atau bisa memberikan nasehat apabila
ia memerlukannya.
يَا
مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِي عَلَى دِينِكَ
Artinya: "Wahai DZAT yang membolak balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu)". (Hadits Jami' At-Tirmidzi No. 3511)
Wallahua’lam....
Baca Juga: KISAH SINGKAT PENUH INSPIRASI, MENGAPA KITA HARUS BERSYUKUR DAN BERSABAR?
Posting Komentar