KOREKSI: KESALAHAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK
Oleh: Usmul Hidayah
Literasisambas.org - Tidak
bisa dipungkiri, di zaman modern ini ternyata mayoritas orang tua yang
tidak bisa mendidik anak dengan baik. Sedangkan kemudahan-kemudahan mengakses
ilmu hanya di ujung jari. Kecanggihan teknologi yang begitu pesat
perkembangannya membuat calon orang tua acuh tak acuh untuk memperbaiki diri
sebelum menjadi orang tua yang sebenarnya. Banyak di antaranya terbuai bahkan
dianggap remeh. Sungguh, pendidikan yang baik itu sangat penting untuk perkembangan
anak. Karena jika salah dalam mendidik, maka akan terpengaruh terhadap
perkembangan mental anak tersebut.
Fakta
di lingkungan, bahwa sebagian besar anak kaum muslimin pada umumnya, khususnya
di Indonesia masih banyak yang belum terdidik dalam nuansa Islam. Kebanyakan
mereka terdidik oleh adat istiadat, budaya-budaya barat, dan norma-norma nenek
moyang yang telah mengakar secara kuat. Pola asuh yang sangat jauh dengan al-Qur’an
dan Sunnah Nabi, sehingga mereka sangat mudah terpengaruh dengan budaya atau
kegiatan-kegiatan jauh dari syari’at Islam yang sesungguhnya.
Orang tua memiliki hak yang wajib dilaksanakan oleh
anak-anaknya. Demikian pula anak, juga mempunyai hak yang wajib dipikul oleh
kedua orang tuanya. Disamping Allah memerintahkan kita untuk berbakti kepada
kedua orang tua, Allah juga memerintahkan kita untuk berbuat baik (ihsan)
kepada anak-anak serta bersungguh-sungguh dalam mendidiknya. Demikian ini
termasuk bagian dari menunaikan amanah Allah. Sebaliknya, melalaikan hak-hak
mereka termasuk perbuatan khianat terhadap amanah Allah. Banyak nash-nash
syar’i yang mengisyaratkannya.
Allah berfirman:
۞ اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تُؤَدُّوا الْاَمٰنٰتِ اِلٰٓى
اَهْلِهَاۙ
Artinya: “Sungguh,
Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya”. (QS. An-Nisa’:
58)
Dan
Allah berfirman dilain surah:
يٰٓاَيُّهَا
الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَخُوْنُوا اللّٰهَ وَالرَّسُوْلَ وَتَخُوْنُوْٓا
اَمٰنٰتِكُمْ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS. Al-Anfal: 27)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, bersabda:
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Artinya: Dari Abdullah bin Umar bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkata: “Ketahuilah bahwa setiap dari kalian adalah
pemimpin dan setiap dari kalian akan dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinannya,
seorang pemimpin umat manusia adalah pemimpin bagi mereka dan ia bertanggung
jawab dengan kepemimpinannya atas mereka, seorang laki-laki adalah pemimpin
bagi keluarganya dan ia bertanggung jawab atas mereka”. (Hadits Sunan Abu
Dawud No. 2539)
Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,
bersabda:
مَا
مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعيْهِ اللهُ رَعِيَّةً يَمُوْتُ يَوْمَ يَمُوْتُ وَ هُوَ
غَاشٍ لِرَعِيَّتِهِ إلاَّ حّرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ الجَنَّةَ
Artinya: “Barangsiapa diberi amanah oleh Allah untuk memimpin, lalu ia mati (sedangkan pada) hari kematiannya dalam keadaan mengkhianati amanahnya itu, niscaya Allah akan mengharamkan surga baginya”. (HR. Al-Bukhari)
Orang
tua yang baik akan memperhatikan kualitas dirinya sendiri, jika ia menyadari
bahwa jika ada kekurangan pada dirinya maka ia segera akan memperbaikinya.
Karena ia sadar bahwa amanah yang telah Allah berikan akan diminta
pertanggunjawaban di akhirat kelak. Terlebih lagi masalah pola asuh, karena
orang tua-lah yang pertama kali mengisi atau membentuk mental pada jiwa anak
tersebut. Orang tua harus mampu memisahkan atau membatasi kegiatan yang dapat
merusak kepribadian anak. Maka dari itu, yang harus diperhatikan dalam hal ini
adalah pemahaman agama orang tua dalam mendidik anak.
Untuk
lebih jelasnya dari penjelasan di atas, maka dapat kita kelompokkan faktor terjadinya
kesalahan-kesalahan orang tua dalam mendidik anak. Kesalahan-kesalahan tersebut
diantaranya ada tiga yang paling dominan, yakni faktor keluarga, faktor
lingkungan dan faktor budaya. Dari ketiga faktor tersebut, ketiganya menjadi
faktor penyebab atau hanya salah satunya saja.
Faktor
pertama, keluarga. Keluarga
adalah madrasah (sekolah) pertama bagi anak untuk mendapatkan pendidikan. Jika
keluarga rusak, maka anakpun sebagai murid dari madrasah tersebut juga akan
rusak. Kerusakan terebut biasanya berasal dari orang tua yang tidak paham akan
pendidikan yang benar menurut al-Qur’an dan as-Sunnah. Jika orang tua sebagai
guru untuk anak-anaknya tidak paham kurikulum Islami yang benar, maka sangat
rentan untuk terjerumus pada pangajaran materi-materi jahiliyyah yang
bertentangan dengan Islam. Selain itu, pemicu lain dalam keluarga adalah adanya
ketidak harmonisan dalam rumah tangga, seperti orang tua yang super sibuk,
perceraian yang tidak syar’i, dan pertengkaran antara suami istri setiap hari
serta hal-hal lainnya.
Faktor
kedua, lingkungan. Lingkungan
adalah tempat berinteraksi anak setelah keluarga. lingkungan ini mencakup
lingkungan sekolah, masyarakat maupun keluarga. di sinilah anak menyenyam
pendidikan secara tidak langsung. Mau tidak mau lingkungan merupakan institusi
pendidikan anak setelah keluarga. terkadang anak terdidik dalam keluarga yang
Islami, namu seringkali didapati kesalahan-kesalahan pada anak yang diadopsi
dari sekolah dan masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya kontrol teman
bermain anak di sekolah dan masyarakat sebab teman bermain seringkali
mempengaruhi seseorang.
Faktor
ketiga, budaya. Sebenarnya,
hari ini umat Islam sedang berperang melawan budaya barat yang seolah menjadi
standar kemodernan masyarakat. Dampak terparah dari pengaruh budaya barat ini
adalah rusaknya pendidikan anak dari tingkat kecil sampai dewasa. Karena model
pendidikan mereka adalah memisahkan agama dari kehidupan seseorang. Virus inlah
sekarang yang ditebar kepada seluruh dunia terutama dunia Islam. Bukan hanya
budaya barat, masih ada juga budaya-budaya lokal bangsa ini yang menjadi momok
bagi rusaknya pendidikan anak terutama berkaitan dengan tauhid, aqidah dan
ittiba’.
Dari
ketiga faktor tersebut, maka muncullah berbagai penyimpangan anak yang harus
ditanggung oleh keluarga, masyarakat bahkan suatu bangsa itu sendiri.
Kesalahan-kesalahan fatal tersebut diantaranya:
1.
Tidak Memperhatikan Pendidikan Agama
Banyak
sekali orang tua yang melalaikan pendidikan agama pada anak-anaknya. Mereka
mengira pendidikan agama hanya menjadikan malas dan miskin. Padahal apa bila orang
tua menyadari bahwa ilmu dunia tidak cukup untuk mengantarkan kesuksesan baik
di dunia maupun akhirat. Banyak orang tua yang berkiblatkan materi, sehingga
mereka menilai bahwa kesuksesan bagi anak adalah apabila ia memiliki pangkat,
jabatan maupun status sosial lainnya.
Apa
artinya semua itu, jika di akhirat harus menanggung siksa. Maka tak heran jika
banyak para ilmuan, doktor, atau profesor bodoh terhadap perkara agama. Padalah
mereka sangat lihai dalam masalah penghitungan rumus kimia, fiska, matematika,
teknologi dan ilmu dunia lainnya. Namun sangat miris dan menyedihkan sekali
ketika ditanya tentang Allah di mana?, masih banyak yang tidak paham
menjawabnya. Apa lagi tentang aqidah, syirik, bid’ah dan sunnah serta hal pokok
dalam agama mereka.
Sepandai
apapun orang di dunia tak ada gunanya jika ia jahil akan agama. dia tetap
digolongkan sebagai orang yang bodoh walaupun bergelar doktor atau profesor
sekali pun. Itu semua dikarenakan mereka terdidik dari kecil jauh dari lingkungan
agama yang benar. Sungguh ini adalah musibah yang sangat besar bagi mereka.
Keadaan mereka sebagaimana yang digambarkan Allah dalam al-Qur’an, Allah
berfirman:
يَعْلَمُوْنَ
ظَاهِرًا مِّنَ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۖ وَهُمْ عَنِ الْاٰخِرَةِ هُمْ غٰفِلُوْنَ
Artinya:
“Mereka mengetahui yang lahir (tampak)
dari kehidupan dunia; sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai”.
(QS. Ar-Rum: 7)
2.
Pengawasan dan Keinginan Full dari Orang Tua
Kesalahan
ini dilihat dari sikap orang tua yang selalu mendikte anaknya dalam segala
aktivitasnya. Sang orang tua selalu mejegal pendapat anaknya dan menginginkan
kepatuhan mutlak dari anaknya. Anak seolah hidup di kamp militer yang selalu
diawasi gerak-geriknya. Sisi negatif dari model pendidikan ini di antaranya:
a.
Lemahnya kepribadian
dan tak ada rasa percaya diri pada anak;
b.
Sang anak menjadi
pribadi yang sangat tertutup dan pemalu sekali;
c.
Sang anak akan
kehilangan daya kreativitasnya;
d.
Kerusakan yang
muncul di wktu dewasa saat si anak telah merasa terbebas dari terbelenggu yang
mengekangnya sehingga ia cenderung untuk lari dari segala bentuk aturan
meskipun itu hal yang benar.
Pendidikan
yang benar dan sehat adalah memberikan ruang kepada anak untuk berkreativitas
dan berpendapat selama dalam koridor yang syar’i dengan pengawasan sewajarnya.
3.
Menumbuhkan Rasa Takut pada Anak
Tidak
dipungkiri lagi, ketika anak menangis terkadang orang tua menakut-nakuti dengan
hantu atau hewan buas atau yang semisalnya agar anak tersebut berhenti
menangis. Hal ini membuat anak tumbuh dalam
rasa ketakutan. Takut keluar ke kamar mandi, takut akan bayanganya sendiri, dan
takut untuk tidur sendiri. Karena orang tua yang selalu menakuti dengan hal
yang tidak seharusnya ia lakukan sehingga mental sang anak menjadi mental yang
penakut.
4.
Membiarkan Kemungkaran yang Dilakukan Anak
Semua
orang tua pasti sangat sayang kepada anaknya. Tapi, jika terlalu sayang kepada
anak tanpa melihat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Karena terlalu
sayang pada anak, akhirnya orang tua segan menegur anaknya ketika melakukan
kemungkaran dengan alasan mereka pasti akan meninggalkan kemungkaran tersebut
kalau sudah dewasa. Pendapat seperti ini sangat tidak bisa dibenarkan karena
jika anak terbiasa melakukan kebiasaan buruk waktu kecilnya, akan susah
meninggalkannya ketika sudah dewasa.
Ibnul
Qoyyim menjelaskan, “Berapa banyak orang
tua yang menyengsarakan anak-anaknya di dunia dan di akhirat dengan tidak
memperhatikan mereka, tapi justru menolong mereka memuaskan nafsu mereka. Sang
orang tua beranggapan bahwa ia sedang memuliakan anak-anaknya. Padahal justru
membuat mereka hina. Ia merasa sedang menyayangi anak-anaknya, padahal justru
menzdolimi dan merampas hak mereka, sehingga justru ia kehilangan kesempatan
mengambil manfaat dari anak-anaknya. Dengan demikian, si anak juga kehilangan
apa yang menjadi haknya di dunia dan di akhirat. Kalau kita menelaah kerusakan
anak-anak, akan kita dapatkan kebanyakan berpangkal dari orang tua”.
(Tuhfatul Maudud)
5.
Mendidik Anak dengan Kekerasan
Di
antara kesalahan dalam mendidik anak adalah orang tua menyikapi anaknya dengan
bahasa kekerasan. Mudah sekali orang tua melayangkan tangannya untuk memukul
anaknya, bahkan dengan menyebutkan dengan panggilan yang buruk (bodoh, atau
semisalnya. Tidak jarang juga anak tersebut dijadikan pelampiasan saat api
kemarahan membakar dadanya. Padahal kekerasan dalam mendidik anak adalah faktor
yang menyebabkan anak durhaka.
Ibnu
Khaldun yang merupakan pakar sosiologi dalam kitab Muqqadimah-nya menyebutkan untuk tidak menggunakan kekerasan dalam
pendidikan anak. Beliau berkata, “Barangsiapa
yang dididik dengan kekerasan, baik oleh guru, tuan, atau pembantu, maka ia
akan terbiasa keras. Kekerasan akan selalu menyempitkan dadanya, menghilangkan
semaangatnya, membuatnya malas, mendorongnya berdusta, dan bersikap keji karena
khawatir ada tangan yang akan melayang melakukan tindak kekerasan. Kekerasan
akan mengajarkan tipu daya dan makar sehingga menjadikan kebiasaan perilakunya,
yang merusak nilai-nilai kemanusiaan yang ada pada dirinya”.
Adapun
sikap lemah lembut dan kasih sayang adalah modal utama dan kunci keberhasilan
orang tua dalam mendidik anak. Inilah cara yang diajarkan Allah subhanahu wa ta’ala kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam
mendidik umatnya. Allah berfirman:
فَبِمَا
رَحْمَةٍ مِّنَ اللّٰهِ لِنْتَ لَهُمْ ۚ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيْظَ الْقَلْبِ
لَانْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ ۖ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاسْتَغْفِرْ لَهُمْ
وَشَاوِرْهُمْ فِى الْاَمْرِۚ فَاِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ ۗ اِنَّ
اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِيْنَ
Artinya:
“Maka berkat rahmat Allah engkau
(Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap
keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena
itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai
orang yang bertawakal”. (QS. Ali-Imran: 159)
Sikap
lemah
lembut dalam mendidik anak merupakan faktor yang sangat mendukung keberhasilan
membentuk kepribadian yang mulia bagi anak. Orang tua selayaknya memahami bahwa
anaknya bukanlah malaikat yang tidak pernah berbuat salah dan bukan pula setan
yang tidak memiliki sisi kebaikan. Maka dari itu, orang tua harus banyak
bersabar apabila Sang anak melakukan kesalahan, selaku orang tua harus bisa
menjelaskan dengan penuh bijaksana agar Sang anak bisa memahami bahwa apa yang
ia lakukan adalah sebuah kesalahan yang harus dihindari.
6.
Membiasakan Tradisi Jahiliyah
Yang
dimaksud jahiliyah adalah segala perbuatan atau amalan atau keyakinan yang
bertentangan dengan ajaran Syari’at Islam. Cakupan atau kategori jahiliyah
sangat luas, bisa berupa syirik, bid’ah, dosa-dosa besar maupun dosa-dosa
kecil.
Salah
satu kesalahan fatal orang tua dalam mendidik anaknya yaitu mendidik anak
dengan membiasakan tradisi-tradisi jahiliyah, misalnya merayakan ulang tahun.
Tradisi ulang tahun ini telah menjadi ritual tahunan bagi sebagian keluarga
untuk anak-anaknya. Seolah menjadi hari sakral yang harus dirayakan atau
diperingati atas dasar kasih sayang terhadap anaknya.
Orang
tua tidak menyadari, sesungguhnya memberikan kasih sayang dengan merayakan
ulang tahunnya adalah sebuah kesalahan dan tidak ada tuntutnan dalam syari’at
Islam. Merayakan ulang tahun merupakan salah satu perbuatan tasyabbuh (menyerupai) orang kafir.
Budaya ini bukan merupakan budaya kaum muslimin, tapi merupakan warisan dari
non muslim.
Dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ
تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Artinya: “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia
termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad 2: 50 dan Abu
Daud no. 4031. Syaikhul Islam dalam Iqtidho‘ 1: 269 mengatakan bahwa sanad
hadits ini jayyid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih
sebagaimana dalam Irwa’ul Gholil no. 1269)
Sebagai orang tua muslim yang baik hendaknya mencukupkan diri dari apa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hidupnya. Cara untuk membahagiakan anak bukanlah dengan merayakan hari kelahiranya melainkan dengan mendidik dan mengantarkannya kepada Shiratalmustaqim (jalan yang lurus) yang membahagiakan hari depannya selamanya.
Orang
tua tercinta, memang tidak ada satu orang pun yang terlepas dari kesalahan
dalam mendidik anaknya. Karena memang mendidik anak bukanlah semudah membalik
telapak tangan atau seenak menginsap jempol. Terkadang harus jatuh bangun,
namun kalau jatuh tak bangun-bangun adalah sebuah kesalahan dan kelalaian.
Tidak ada kata terlambat kalau selama ini kita mendidik anak masih serampangan
atau asal-asalan. Masi ada secercah harapan tuk membentuk anak yang sholih dan
sholihah yang dapat membanggakan kedua orang tuanya. Semoga Allah subhanahu wa
ta’ala menolong kita dalam membina anak-anak kita menuju jalan keimanan.
Wallahul musta’an wa ‘alaihit tuklan....
Baca Juga: MUDAH DAN EFEKTIF: BEGINILAH CARA RASULULLAH MENDIDIK ANAK
Posting Komentar