KETIKA KAMU MELUPAKAN KEBAIKAN IBUMU
KETIKA
KAMU MELUPAKAN KEBAIKAN IBUMU
Ketika sang anak menulis
pengorbanan ibunya, tak terasa berlinanglah air matanya. Semakin sadar bahwa
untaian pengorbanan ibunya sungguh tidak sebanding dengan kebaikan yang telah
ia perbuat untuk memuliakan ibunya. Bahkan, jika tubuh kita dikupas tidak akan
terbanding, tidak akan bisa menandingi perih pahitnya penderitaan orangtua
kita.
Wahai para anak yang shaleh! Dalam sebuah hadits, Abu
Hurairah r.a berkata, “Telah datang
kepada Rasulullah Saw, seorang laki-laki lalu bertanya, wahai Rasulullah,
siapakah yang lebih berhak saya pergauli dengan baik?” Beliau menjawab,
“Ibumu”. Dia bertanya lagi, “Kemudiaan siapa?” Beliau menjawab, “Ibumu”.
Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?”.
“Ibumu”. Dia bertanya lagi, “Kemudian siapa?” Beliau menjawa, “Ayahmu”.
(HR. Bukhari dan Muslim)
Dari hadits tersebut,
jelaslah betapa Allah melalui lisan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam benar-benar menilai pengorbanan
orangtua, khususnya ibu kita, sehingga tiga kali beliau menyebutkan nama ibu
sebelum ayah. Padahal, beliau sendiri hanya berjumpa dengan ibunya satu tahun,
yaitu dari usia lima sampai enam tahun. Namun, beliau begitu mengajarkan
penghormatan kepada ibunya, termasuk ibunda kita semua.
Cobalah kita renungkan! Pada waktu kita bayi, tidak kenal
siang malam kita berbaring dan bangun sesuka hati. Padahal, ibu kita hampir
tidak tidur semalam suntuk. Rasanya, beliau tidak rela bila ada satu ekor
nyamuk pun yang mengigit tubuh kita. Ketika kita kecil mulai nakal, ibu bahagia
memamerkan diri kita kepada tetangga-tetangga. Walaupun untuk itu beliau begitu
direpotkan, berhutang sana-sini agar kita punya sepatu dan berpakaian layak.
Ketika menjelang sekolah, ibu dan ayah sungguh-sungguh membanting tulang
mencari nafkah, agar kita bisa bersekolah seperti anak-anak yang lain. Walaupun
mereka harus menahan lapar, namun puas asal anak-anaknya bisa kenyang.
Namun dalam kenyataan,
seiring pertumbuhan, tidak sebaik itu bakti kita kepada orangtua. Semakin lama
kita semakin besar, mata jadi sering sinis kepada orangtua kita. Jangankan
mencium tangan ibu, untuk sebuah senyum pun kita terkadang berat untuk
melakukannya. Bahkan ucapan dan tindakan kita seakan seperti pisau yang sering
mengiris hatinya. Lebih dari itu, seringkali seorang anak begitu mudah
menyuruh-nyuruh orangtuanya. Tak ubahnya seperti pesuruh yang dihormati
sekadarnya. Padahal tenaga, keringat, dan darah mereka habis untuk membela
kita.
Lebih parah lagi, ada
sebagian anak yang tidak mau memuliakan orangtuanya. Manakala orangtua semakin
jompo dan si anak tidak mau mengurusnya, maka dititipkanlah orangtuanya di
panti jompo, Astaghfirullah. Ini
adalah perbuatan yang sangat tercela, padahal dulu kita sangat menyusahkannya.
Harusnya semua itu diingat-ingat, wahai anak.
Wahai anak yang beriman!
Tidak heran jika anak yang durhaka, anak yang tidak tahu balas budi, hidupnya
di dunia ini akan diliputi penderitaan. Kita sering mendengar, betapa
hukuman-hukuman Allah diberikan pada anak-anak yang sering mendzalimi
orangtuanya. Oleh karena itu, marilah kita berusaha untuk selalu mengenang
kembali semua untaian pengorbanan orangtua. Sungguh pengorbanan orangtua kita
adalah utang. Walau ditebus nyawa sekalipun rasa-rasanya tidak akan berbayar.
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam Surah
al-Israa’ ayat 23 berfirman:
۞ وَقَضٰى رَبُّكَ اَلَّا تَعْبُدُوْٓا
اِلَّآ اِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ اِحْسٰنًاۗ اِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ
الْكِبَرَ اَحَدُهُمَآ اَوْ كِلٰهُمَا فَلَا تَقُلْ لَّهُمَآ اُفٍّ وَّلَا
تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيْمًا
Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada ibu-bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang diantara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-sekali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “AH” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”.
Begitu santunnya Islam
mengajarkan penghormatan kepada orangtua. Bukan saja dari raut muka, bahkan
perkataan “AH” saja sudah terlarang
dalam Islam. Apalagi menghardik dan bersikap keras atau kasar. Bahkan, kita
dilarang untuk memaki ibu-bapak orang lain, bisa jadi akan mengundang orang itu
untuk memaki orangtua kita. Dan itu adalah kedzaliman bagi orangtua. Harusnya
kata-kata yang mulia saja yang keluar dari lisan kita.
Beruntunglah bagi siapa
pun yang orangtuanya masih ada karena jika orangtua sudah terbungkus kain
kafan, kita tidak bisa lagi mencium tangannya atau menatap wajahnya. Karena
itu, kita harus memiliki tekad yang sangat kuat untuk berbakti pada orangtua.
Minimal kita berhenti menyakiti hati orangtua hingga tidak ada luka yang
ditoreh dihatinya. Syukur kalau kita sudah bisa menyenangkan dan diberkahi
manfaat besar bagi dunia dan juga akhiratnya.
Yang paling penting
dalam menghormati orangtua bukanlah hanya dengan memberikan harta. Namun, yang
paling penting dibutuhkan adalah akhlak dari anaknya. Apalah artinya anak kaya,
anak bergelar, anak berpangkat, tetapi tidak berakhlak kepada ibu-bapaknya?
Akhak inilah sebenarnya kekayaan termahal yang bisa membuat sang anak do’anya
diijabah oleh Allah, sehingga bisa menyelamatkan dan memuliakan ibu-bapaknya.
Betapa yang dirindukan orangtua itu senyum manis yang tulus dari anaknya serta
ketawadhu'an.
Oleh karena itu, jangan beli orangtua dengan harta. Harta itu hanya secuplik. Apalah artinya kita ngasih uang, tapi uang itu dilemparkan ke depan wajahnya? Mudah-mudahan kita semua dapat benar-benar menyadari bahwa orangtua itu tidak berbeli kecuali oleh kemuliaan akhlak. Sosok orangtua memang tidak selalu sesuai dengan harapan kita. Kita tidak bisa mengharapkan sosok ibu atau bapak seideal seperti yang dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa Sallam dan Istrinya. Akan tetapi, justu kita harus mencari kelebihan-kelebihan mereka untuk kita syukuri. Sedangkan, soal kekurangannya kita harus ada dibarisan yang paling depan untuk membantunya agar luput dan selamat dari kehinaan karena kekurangan-kekurangan itu.
Saran
untuk Kita Semua
Wahai orangtua yang
berpangkat anak, dan para anak yang shaleh! Bagaimanapun keadaan orangtua kita,
darah dagingnya melekat pada diri kita. Jika mereka belum shaleh dan shalehah,
kita yang harus mati-matian meminta kepada Allah supaya orangtua kita mendapat hidayah. Kalau orangtua masih
berlimang dosa, kita harus berjuang keras supaya diampuni oleh Allah. Kalau
belum taat, kita yang harus membuktikan bahwa diri kita sendiri adalah orang
yang sedang berjuang keras kearah ketaatan itu.
Setiap orang berproses,
ada yang awalnya kurang ilmu, namun lambat laun ilmunya bertambah. Jadi, kita harus
sikapi kekurangan orangtua kita dengan kelapangan hati. Bagaimanapun juga,
tidak ada manusia yang sempurna. Oleh karena itu, mudah-mudahan tekad kita
semakin kuat untuk memuliakan orangtua, Amin
ya Rabbil’alamin...
Posting Komentar